Untuk seorang muslim, mengatur waktu patut
diperhatikan. Pasalnya dalam 1 x 24 jam, ia wajib
melaksanakan sembahyang di
lima waktu yang ditentukan. Lima waktu itu tidak boleh dirapel tanpa uzur
syar’i. Bahkan kalau bisa semua sembahyang itu dikerjakan secara berjamaah di
awal waktu mengingat besar keutamaannya.
Namun demikian, kekhusuyu’an dalam sembahyang juga
patut diperhatikan. Khusyu’ dalam arti sedapat mungkin menyingkirkan segala hal
yang sekiranya dapat menyibukkan pikiran. Untuk itu, makruh hukumnya sembahyang
seseorang dalam keadaan menahan buang air kecil maupun air besar. Demikian pula
makruhnya sembahyang sementara makanan dan minuman telah tersaji.
Lalu bagaimana dengan seseorang yang ingin
mengejar keutamaan berjamaah sementara pikirannya tersandera pada
tuntutan-tuntutan biologis. Syekh Muhammad Romli dalam Nihayatul Muhtaj
ila Syarhil Minhaj mengatakan,
والسنة أن يتخلف عن الجماعة لما مر من كراهة الصلاة مع ذلك
Disunahkan untuk tidak memaksakan diri mengejar
keutamaan berjamaah. Karena, kalau dipaksakan berjamaah sembahyangnya menjadi
makruh karena beberapa sebab tersebut.
Pada kitab yang sama, Syekh M Romli menegaskan
sebagai berikut.
تكره الصلاة في كل حالة تنافي خشوعه
Makruh sembahyang dalam setiap keadaan yang
menafikan kekhusyukan.
Menerangkan kata “yang menafikan kekhusyukan”,
Syekh Ali bin Ali Syibromalisi dalam Hasyiyah
ala Nihayatil Muhtaj menambahkan contoh konkret.
(تنافي خشوعه) ومنه ما لو تاقت نفسه للجماع بحيث يذهب خشوعه لو صلى بدونه
Di antara menafikan kekhusyu’an ialah ketika
keadaan seorang suami sangat tertekan untuk berjima’ dengan istrinya. Keadaan
itu bisa dibilang mendesak, artinya kalau tidak berjima’ terlebih dahulu, maka
kekhusyu’an sembahyangnya akan hilang.
Tentu saja seorang muslim dianjurkan untuk
menuntaskan kebutuhan biologisnya mulai dari buang air, berjima’, atau
mengonsumsi makanan atau minuman. Dengan catatan, waktu sembahyangnya masih
panjang.
ومحل ماذكر في المذكورات عند اتساع الوقت
Tempatnya melakukan apa yang telah disebut di atas
ialah bila waktu sembahyangnya masih panjang. Demikian keterangan Syekh M Romli.
Kalau waktu sudah mepet, tentu sembahyang mesti
lebih didahulukan. Karenanya, waktu makan, waktu buang air, waktu berjima', dan
waktu lainnya, mesti digantungkan pada jadwal lima waktu sembahyang. Wallahu
A’lam
sumber http://www.nu.or.id/
0 Komentar:
Posting Komentar