Hidup memang sebuah ujian, hanya orang-orang yang
benar-benar teguh iman saja yang dapat melewati ujian ini dengan baik. Mereka
adalah orang-orang yang tidak tertipu oleh kilauan nikmat dunia yang begitu
menggoda. Jika bisa di ibaratkan, dunia itu ibarat seorang wanita tua renta
yang memakai perhiasan yang begitu indah. Saat orang-orang melihat dzohir
wanita tersebut bisa di pastikan mereka akan terpesona dan mengira bahwa wanita
tersebut memang benar-benar cantik. Namun ketika wujud asli wanita tua itu terbuka
dan kejelekannya telah tampak, maka para lelaki akan sengat menyesal dan malu
karena merasa telah tertipu oleh kecantikan dzahir yang palsu.
Begitulah dunia. Dia memang di ciptakan untuk menguji
seberapa kuatkah iman seseorang. Ketika seseorang di tuntut untuk melakukan
ibadah kepada sang kholiq, dunia yang telah di modifikasi sedemikian rupa oleh
iblis la’natullah datang dengan berbagai macam nikmat dan kesenangan yang
sifatnya hanya sementara. Iblis akan terus berusaha hingga akhirnya manusia
terperangkap dalam jurang kenikmatan duniawi dan lupa bahwa tugas awal di
ciptakannya seorang hamba adalah beribadah kepada sang kholiq.
Adalah Orang-orang yang memahami hakikat kehidupan dunia
ini sesuai dengan apa yang telah allah dan rasul-nya ajarkan yang bisa selamat
dari tipu daya syetan. Mereka memandang dunia dan isinya tak lebih dari sebuah
permainan yang seringkali melalaikan, mereka tidak berbangga hati dan sombong
dengan harta kekayaan yang di miliki. Jika dalam diri mereka telah tertanam
sifat tersebut, maka mereka bisa di sebut dengan zuhud. Zuhud merupakan sifat
yang seharusnya di miliki oleh setiap orang yang mengaku dirinya sebagai mu’min.
zuhud juga hendaknya menjadi gaya hidup umat muslim kapanpun dan di manapun ia
berada. Zuhud bukan berarti meninggalkan kenikmatan dunia sama sekali, bukan
pula mengenakan pakaian-pakaian yang lusuh dan bukan berarti miskin. Bahwa
sebenarnya, zuhud adalah kemampuan kita dalam menjaga hati dari godaan serta
tipu daya kemewahan dunia tanpa meninggalkanya. Lebih spesifiknya zuhud
merupakan hikmah pemahaman yang membuat seseorang memiliki pandangan khusus
terhadap kehidupan duniawi. Mereka tetap berusaha dan bekerja, namun kehidupan
duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hatinya dan tidak membuatnya
meninggalkan Allah sedetikpun. Kita beramal shalih, memakmurkan bumi dan
bermuamalah, namun di saat yang sama hati kita tidak tertipu. Kita meyakini
sepenuhnya bahwa kehidupan akhiratlah yang menjadi tujuan utama.
Di zaman yang seperti ini,
zaman yang penuh dengan hal yang serba modern dan tersedianya suguhan berbagai
macam nikmat duniawi, mencari seorang zahid sejati sangatlah sulit. ibarat
mencari sebuah jarum di tumpukan jerami. Karena jarang sekali orang yang dapat
menahan dirinya dari dasyatnya godaan dunia. Namun jika seseorang mempunyai
kemauan yang kuat dan berusaha mengikuti semua aturan sebagaimana yang telah di
jelaskan ulama terdahulu, maka bukanlah hal yang mustahil bila dia akan
berhasil mencapai maqom seorang zahid sejati. Selain itu yang terpenting lagi
adalah urusan hati. Sebagaimana keterangan di atas, walaupun seseorang
mempunyai harta yang melimpah namun dalam hatinya tak pernah sedikitpun
terbesit rasa senang terhadap harta tersebut itulah yang di namakan zuhud yang
sebenarnya. Sebaliknya ketika seorang tidak mempunyai harta sama sekali namun
hatinya selalu berangan dan bermimpi bisa memilikinya. Hal tersebut tidaklah
bisa dikatakan sebagai zuhud, sebab inti dari sifat tersebut adalah hati yang
bersih dari kecondongan terhadap kesenangan duniawi. Seorang ulama di zaman
tabi’in pernah berkata bahwa ma’na meninggalkan dunia yang sebenarnya adalah
dari hati dan fikiran. Suatu pekerjaan bisa bernilai amal duniawi atau ukrowi
tinggal bagaimana niat seseorang. Jika seseorang makan dengan niat agar badanya
kuat menjalani ibadah maka pekerjaan tersebut akan benilai ibadah. Begitu juga
sebaliknya.
Oleh karenanya merupakan hal yang sangat penting bagi kita
untuk sadar dan menyadarkan kembali diri sendiri beserta saudara-saudara kita
tentang hakikat dunia dan akhirat. Iman terhadap hari akhir merupakan prinsip
yang harus terus menerus di ingatkan dan di tanamkan dalam hati kita, sehingga
motivasi dan tujuan hidup kita sesuai dengan nilai-nilai islam dan dapat
memupuk sikap zuhud kita terhadap kehidupan duniawi. Semakin kuat keimanan
seseorang terhadap hari akhir, maka semakin tenaglah ia memandng kehidupan.
Sebaliknya, semakin lemah iman seseorang terhadap hari pembalasan, otomatis
akan menjadikan ia manusia yang rakus dan mudah tertipu oleh gemerlap keindahan
yang di tawarkan oleh dunia.
wallahu a’lam bishawab.
sumber langitan.net
Feb 16, 2015 | Ngaji Ihya
0 Komentar:
Posting Komentar