
Tentang perjalanan
hidupnya sejak mulai datang kemesir hingga akhir hayatnya , telah diceritakan
kepada murit kesayangannya Syekh Sya’roni.
“Apakah kamu mau,
aku ceritakan perjalanan hidupku mulai awal hingga akhir, supaya keilmuanmu
menjadi dalam sehingga tercatat dalam benakmu seolah-olah kamu hidup bersamaku
sejak awal hidupku?”
“tentu saja wahai
guruku…” jawab Syekh Sya’roni
“Aku datang dari
kampungku, menuju Al-Azhar, saat itu aku adalah pemuda yang lugu, belum ada
tempat yang aku singgahi dan tak seorangpun memperhatikanku”
Begitu AS-SYAIKH
Zakariya Al-Anshori memulai hikayah hidupnya kepada Syekh Sya’roni.
"Keadaan
semacam itu tidak membuatku surut untuk memperdalam ilmu keislaman.Ibarat orang
minum air laut, semakin aku meminumnya aku semakin haus dan seperti mau meraih
semuanya".
Lanjut Syekh agung
ini yang disimak khusyu' murid sejatinya.
"Suatu malam,
aku lupa kapan itu terjadi, aku keluar mengambil kulit semangka yang tergeletak
hina di samping tempat wudlu. Aku mencucinya dan makan rizki yang bagiku itu
sangat berarti. Rupanya kebiasaan orang miskin yang aku jalani ini diketahui
oleh seseorang yang kemudian aku ketahui bekerja di tempat penggilingan gandum.
Mungkin karena iba dengan nasibku, tapi yang pasti beliau sangat baik dan
berjasa dalam hidupku, orang itu membelikan aku semua kebutuhanku dari
buku-buku dan pakaian.”
"Zakaria,
jangan pernah meminta sesuatu kepada siapapun. Apapun yang kamu perlukan akan
aku penuhi"
Demikian ucap
orang mulia ini suatu ketika.
Hal ini
berlangsunkag bertahun-tahun. Hingga suatu ketika di malam yang sepi, ketika
orang-orang sedang tidur, tiba-tiba sang dermawan itu mendatangiku
"Bangunlah”,
Begitu ucapnya
kepadaku..
Aku berjalan
mengikuti langkah-langkahnya dan berhenti di suatu tangga tempat bahan bakar.
Tangga itu lumayan tinggi. Di tengah pikiranku yang berkecamukmengapa aku
dibawa ke tempat ini tiba-tiba orang mulia itu berkata kepadaku:
"Naiklah
"
"Naik tangga
ini ?"
Aku bertanya dalam
bimbang.
"Ya, naikilah
tangga itu. "
Aku mendaki tangga
itu dengan pelan dan terus berpikir apa makna semua ini. Orang tua asuhku itu
terus bilang, "Ayo terus naik, terus ".
Setelah aku sampai
di puncak beliau berkata :
"Kamu akan
tetap hidup sementara semua kawan sezamanmu telah mati. Kamu akan unggul
melebihi semua ulama Mesir. Murid-muridmu akan menjadi guru-guru besar. Inilah
yang terjadi dalam kehidupanmu hingga tertutup penglihatanmu".
"Berarti aku
akan menjadi buta?" dalam benakku terucap…
Beliau melanjutkan
kata-katanya, yang seolah membrondong dekup dadaku..
"Sabarlah itu
sudah menjadi suratan wajib bagimu".
Sejak saat itu,
aku tidak pernah bertemu beliau lagi, ujar cerita Imam Besar ini kepada santri
kesayangannya Syekh Sya’oni.
SYEIKH ZAKARIA,
AKTIVITI KEILMUAN DAN KESUFIAN .
Secara konsisten
Syekh Zakaria belajar, mengaji di Al-Azhar, Beliau mendengarkan pengajian para
Ulama, para Ahli fikih serta para Ahli tasawwuf secara khusus.
Hingga akhirnya
beliau menjadi seorang tokoh central fikih dan tasawwuf. Bagi sufi agung ini
waktu mempunyai arti yang sangat besar. Dalam hal ini, Syekh Sya'roni berkata:
"Saya telah
melayani beliau selama 20 tahun. Sungguh saya tidak pernah mendapatkan dirinya
lupa sedikitpun. Beliau tidak pernah melakukan suatu pekerjaan yang tidak ada
artinya, baik siang maupun malam”.
Seiring dengan
perjalanan usia-nya, beliau selalu melakukan shalat sunnah secara
sempurna. Beliau berkata:
"Saya tidak
ingin diri ini kembali menjadi seorang pemalas".
Apabila beliau
didatangi oleh seseorang yang banyak omongnya, beliau akan langsung berkata:
"Kamu telah
menyia-nyiakan waktu kita".
Dalam waktu yang
cukup lama beliau selalu menyempatkan diri untuk berdiam diri dalam sebuah
Khanqah saidus suada' (tempat berkontemplasi dan bertafakurnya Para Sufi).
"Sejak kecil
saya telah menyukai Thariqah kaum sufi. Kesibukanku selalu aku isi dengan
membaca buku-buku mereka dan mengambil pelajaran dari tingkah laku mereka,
serta berkumpul dengan para ahli tasawwuf" demikian Syekh Zakaria berujar
kepada Syekh Sya’roni suatu ketika.
Dalam Khanqah ini
beliau selalu berkumpul dengan Para Ahli sufi untuk mengambil manfaat dari ilmu
mereka. Demikian juga mereka mengambil manfaat ilmu beliau dalam fikih dan
syariat. Kehidupan beliau di dalam Khonqoh banyak mempengaruhi beberapa
karyatulis beliau, seperti Syarah Risalah Al-Qusyairy ( dalam ilmu Tasawwuf),
Qowaid sufiah ( dalamm kaedah-kaedah para Sufi), serta catatan pinggir/ Hayiah
beliau dalam kitab Tafsir Baidlowi. Kiranya sangat bermanfaat di sini untuk
mengetahui sejarah khanqah saidus suada'.
Tempat itu adalah
pertama kali yang didirikan di Mesir. Sekaligus merupakan tempat untuk
berkontemplasi Syekh Zakaria untuk waktu yang lama. Syekh Zakaria telah
mempersiapkan dirinya di khanqah saidus suada' untuk menulis beberapa
karangannya yang besar, sebut saja misalnya:
Syarh Bukhari.
Kadang-kadang beliau menyuruh muridnya Syekh Sya'roni untuk membantu menulis.
Syekh Sya'roni
berkata:
"Tulisan saya
bagus".
Dia menambahkan,
"Apabila saya
duduk dengan beliau, seolah-olah saya duduk dengan para raja yang shalih yang
arif. Mufti besar Mesir, para Pangeran dan Pembesar ketika duduk di hadapan
beliau seperti anak-anak kecil dihadapan orangtuanya".
KAROMAH AS-SYAIKH
ZAKARIYA AL-ANSHARY
Raja Al-Ghoury
suatu ketika marah karena satu peristiwa. Ketika dia tahu akan kedatangan Syekh
Zakariya untuk menyelesaikan masalah ini, dia memerintahkan supaya di depan
rumahnya dipasang rantai. Ketika Syekh Zakariya melihat ada rantai, beliau
memotong rantai tadi dengan kertas yang ada di tanganya. Selanjutnya beliau
masuk bersama para penduduk. Tertulis dalam biografi beliau, bahwa permulaan
"Kasyf" (tersingkapnya rahasia ilahi) muncul setelah beliau mengarang
Kitab Syarah Bahjah, di mana orang-orang tercengan seakan berkata tidak
mengakui bahwa itu merupakan karangan beliau. Mereka menulis kitab Al-A'ma wal
Bashir sebagai komentar dan celaan terhadap beliau. Dalam kitab ini Syekh Zakaria
bercerita :
"Aku adalah
orang yang doanya selalu dikabulkan. Setiap aku mendoakan seseorang,maka doa
permohonan itu pasti diterima".
"Waktu itu
aku sedang i'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan ramadhan di Masjid al-Azhar,
demikian beliau melanjutkan kisah Kasyaf –nya, tiba-tiba aku didatangi seorang
pedagang dari Negeri Syam.
"Mata saya
telah buta," kata orang itu memulai kata-katanya,
"orang-orang
menunjukkan saya agar datang kepadamu wahai Syekh, doakan saya supaya
penglihatan saya dikembalikan"
Kemudian saya
berdoa kepada Allah memohon supaya penglihatannya dikembalikan.
"Kalau
penglihatanmu dikembalikan, kamu harus meninggalkan negeri ini". Begitu
aku katakan kepadanya,
Karena dalam
kasyf-ku ia sembuh dalam sepuluh hari, karena aku takut jika dia sembuh di
Mesir, dia akan cerita pada orang banyak. Maka pergilah pedagang tersebut dan
dikembalikan penglihatannya di Gaza (Palestina).
Setelah sembuh dia
mengirim surat dan saya membalasnya.
"Jika engkau
kembali ke Mesir, maka kamu akan buta lagi",
Dan demikianlah,
dia terus menetap di Al-Quds, sampai akhirnya mati dalam keadaan tidak buta.
Syekh Sya'roni
bercerita :
"Suatu hari
aku mengaji pada beliau Syarh Bukhori. Di tengah-tengah aku membaca, beliau
berkata padaku. "Cukup, ceritakan padaku mimpimu malam ini".
Memang aku telah
bermimpi aku bersama Syekh Zakaria dalam suatu kapal yang layarnya dari sutra,
tampar dan permadaninya dari sutra hijau tipis, ada banyak balai-balai dan
bantal dari sutra. Di situ aku melihat Imam Syafi'i duduk dan Syekh Zakaria di
sampingnya. Kapal ini terus berjalan dan berhenti di pulau bak hati ikan yang
sangat Indah. Ada perkebunan, buah buahan dan wanita-wanita cantik.
Selesai aku
bercerita Syekh Zakaria berkata:
"Kalau
mimpimu ini benar, maka aku akan dimakamkan di samping Imam Syafi'i radiallahu
'anhu."
Ketika Syekh
Zakaria meninggal, para muridnya telah menyiapkan makam untuk beliau di Bab
Nasr, lalu kawan Sya'roni yang tahu tentang mimpinya barkata:
"Wahai
Sya'roni, mimpimu bohong".
Pada saat itu
datanglah utusan dari Pangeran Khair Bik (wakil raja) sambil berkata:
"Raja
sekarang ini sedang sakit dan tidak mampu datang ke sini. Raja memerintahkan
kalian untuk membawa Syekh Zakaria ke medan Qal'ah untuk dishalati di
sana".
Setelah selesai
shalat, Khair Bik berkata :
”Makamkan saja
Syekh Zakaria di pemakaman Syekh Najmuddin Al-Khayusyani di depan makam Imam
Syafi'i".
As-Syaikh Zakariya
Al-Anshori telah kembali kerahmatulloh pada bulan Dzulhijjah tahun 926 H.
0 Komentar:
Posting Komentar