Al Qur’an mempunyai kelebihan dan keistimewan sebab Al Qur’an datangnya Langsung dari Allah Azzawajalla sebagai pentunjuk bagi orang – orang yang bertaqwa dan tidak pernah tercampur dari pada perkataan ataupun tulisan manusia. al qur’an di turunkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw lebih dari pada 14 Abad yang lalu dan sampai sekarang murni tidak ada interfensi dari pada tangan manusia. Al Qur’an menantang bagi mereka yang meragukanya
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا
بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ
كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan
kepada hamba ku (Muhammad), buatlah satu
surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain
Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
Dahulu kala Musailamah
Al Kadzab pernah mencoba membuat Al Qur’an tandingan yang isinya berupa bait –
bait sair namun isinya jauh panggang dari pada api.
Berbeda dengan kitab-kitab lainya
yang sudah termodifikasi oleh tangan – tangan manusia. Sedang Al Qur’an
kebenaranya telah teruji dan belum ada satu pakar ilmu pengetahuan satupun yang
menyangkal akan kebenaran Al Qur’an.
Baginda Nabi Muhammad Saw
Bersabda.
ﻣَﻦْ ﺟَﻌَﻞَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺍَﻥَ ﺍَﻣَﺎﻣَﻪُ
ﻗَﺎﺩَﻩُ ﺍِﻟﻲَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻭَﻣَﻦْ ﺟَﻌَﻞَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺍَﻥَ خَلْفَهُ ساﻗَﻪُ ﺍِلىَ
النَّارِ,
artinya:" barang siapa yg menjadikan alquran didepan nya (sebagai imamnya) maka akan di pimpin olehnya ke surga,dan sebaliknya barang siapa yg menjadikan quran di belakang pudaknya (tdk mau mengikutin alquran) maka dia akan di giring ke api neraka".
artinya:" barang siapa yg menjadikan alquran didepan nya (sebagai imamnya) maka akan di pimpin olehnya ke surga,dan sebaliknya barang siapa yg menjadikan quran di belakang pudaknya (tdk mau mengikutin alquran) maka dia akan di giring ke api neraka".
Sudah barang tentulah
bagi kita yang hendak jaya di dunia bahkan diakhirat sekalipun maka jangan
sekali –kali meninggalkan apa yang diajarkan didalam al – qur’an. Dan sudah
banyak contoh dalam kehidupan ini prilaku yang tidak sesuai dengan ajaran al
qur’an maka didalamnya akan terjadi kejahatan pembunuhan pemerkosaan dll.
Ibadah Membaca Al-Qur’an
Salah satu keistimewaan al-Qur’an adalah
Allah menganjurkan para hambanya untuk beribadah dengan cara membacanya. Dan
hanya dengan membacanya saja, meskipun tanpa memahami makna, Allah menjanjikan pahala dan kedekatan di
sisiNya. Oleh sebab itu, apabila para pembaca al-Qur’an tidak hanya sekedar
membacanya, namun sekaligus memahami maknanya, maka pahala yang didapatkannya
juga semakin besar. Allah Swt berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ
يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ. لِيُوَفِّيَهُمْ
أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ [قاطر:
29 – 30]
“Sesungguhnya
orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan
diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak
akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah
kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30)
Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ
قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ
أمْثَالِهَا، لاَ أَقُولُ: ألم حَرْفٌ، وَلٰكِنْ: ألِفٌ حَرْفٌ، وَلاَمٌ حَرْفٌ،
وَمِيمٌ حَرْفٌ (رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ، وَقَالَ: حَسَنٌ صَحِيحٌ)
“Siapa
saja yang membaca satu huruf dari Kitabullah (al-Qur’an), maka baginya balasan
kebaikan, dan kebaikan itu dilipatgandakan sepuluh kali. Aku tidak mengucapkan
alif laam miim sebagai satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf
dan mim satu huruf.” (HR. At-Tirmidzi, dan beliau berkata: “Hadits ini hasan
shahih.”)
Al-Hakim juga meriwayatkan hadits seperti itu
dengan status marfu’, dan beliau berkata: :Hadits ini shahih
sanadnya.”
Dalam
hadits lain diriwayatkan dari Anas ra, sungguh Nabi Saw telah bersabda:
أَفْضَلُ
عِبَادَةِ أُمَّتِي قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
“Ibadah umatku yang paling utama adalah membaca al-Qur’an.”
Kekhususan
ini menjadikan al-Qur’an istimewa. Sedangkan untuk selainnya maka tidak akan
mendapat pahala hanya dengan membacanya saja, namun harus disertai mengerti dan
merenungkan maknanya. Bahkan shalat yang menjadi tiang agama pun, pelakunya
tidaklah akan mendapat pahala kecuali sesuai kadar shalat yang dipahaminya.
Syafa’at Al-Qur’an Bagi
Pembacanya
Ibnu
Majah telah meriwayatkan hadits dengan sanad yang shahih, dari Nabi Saw,
beliau bersabda:
يَجِيءُ
الْقُرْآنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَالرَّجُلِ الشَّابِّ، فَيَقُولُ: هَلْ
تَعْرِفُنِي؟ أَنَا الَّذِي أَسْهَرْتُ لَيْلَكَ وَأَظْمَأْتُ نَهَارَكَ
“Pada
hari kiyamat al-Quran datang laksana seorang pemuda, lalu ia berkata: Apakah
kamu mengenalku? Akulah yang membuatmu tidak tidur di malam harimu dan
membuatmu dahaga di siang harimu.”
Dalam kitab Raqaiqnya Ibnu al-Mubarak
meriwayatkan hadits marfu’:
الصِّيَامُ
وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ، يَقُولُ الصِّيَامُ: مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ
وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ، فَشَفِّعْنِي فِيهِ، وَيَقُولُ الْقُرْآنُ:
مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ، فَشَفِّعْنِي فِيهِ، قَالَ: فَيُشَفَّعَانِ.
“Puasa dan
al-Qur’an akan memberi syafaat (pertolongan) bagi seorang hamba. Puasa berkata:
“(Ya Tuhanku!), aku telah mencegahnya dari makanan dan berbagai syahwat di
siang hari, maka terimalah syafaatku baginya!” Dan al-Qur’an berkata: “Aku
telah mencegahnya tidur di malam hari, maka terimalah syafaatku baginya!” Lalu
keduaya memberi syafaat.”
Diriwayatkan hadits marfu’ dari Abu Umamah
ra:
اقْرَؤُوا
القُرْآنَ، فَإنَّهُ يَأتِي يَوْمَ القِيَامَةِ شَفِيعاً لِأَصْحَابِهِ (رَوَاهُ
مُسْلِمٌ)
“Bacalah
al-Qur’an, sebab sungguh pada hari kiamat ia mendatangi para pembacanya sebagai
pemberi syafaat (pertolongan).” (HR.
Muslim)
Diriwayatkan hadits marfu’ dari Jabir ra:
اَلْقُرْآنُ
شَافِعٌ مُشَفَّعٌ وَمَاحِلٌ مُصَدَّقٌ، فَمَنْ جَعَلَهُ أَمَامَهُ قَادَهُ إِلَى
الْجَنَّةِ، وَمَنْ جَعَلَهُ خَلْفَ ظَهْرِهِ قَادَهُ إِلَى النَّارِ(رَوَاهُ
ابْنُ حِبَّانَ فِي صَحِيحِهِ)
“Al-Qur’an
adalah pemberi syafaat yang diterima syafaatnya dan pegawai(utusan) yang
dibenarkan, maka siapa saja yang menempatkannya di depan dirinya ia akan
menuntunnya sampai surga, dan siapa saja yang menempatkannya di belakang
dirinya ia akan menggiringnya sampai neraka.” (HR. Ibnu Hibban, dalam kitab Shahihnya)[1][8]
Pencinta Al-Qur’an Akan Allah
Cinta
Telah
diriwayatkan hadits marfu’ dari Ibn Mas’ud ra:
مَنْ أَحَبَّ
أَنْ يُحِبَّهُ اللهُ وَرَسُولُهُ فَلْيَنْظُرْ، فَإِنْ كَانَ يُحِبُّ الْقُرْآنَ
فَهُوَ يُحِبُّ اللهُ وَرَسُولُهُ (رَوَاهُ الطَّبَرَانِي وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ)
“Siapa
yang senang Allah dan RasulNya mencintainya maka lihatlah, bila ia mencintai
al-Qur’an maka ia mencintai Allah dan Rasulnya.”(HR. Ath-Thabarani, dan perawinya adalah orang-orang tsiqah)
Al-Qur’an Mu’jizat Abadi
Termasuk
keistimewaan al-Qur’an adalah ia merupakan mu’jizat yang abadi dan selalu
dibaca di setiap tempat serta jaminan Allah Swt yang selalu akan menjaganya.
Berbeda dengan mu’jizat para nabi, karena mukjizat mereka sirna dengan habis
waktunya. Al-Qur’an ini langgeng dalam kondisi asalnya, dari waktu diturunkan
sampai zaman kita sekarang ini dan telah lewat 14 abad, sedangkan hujjahnya
tetap mampu mengalahkan, dan tidak mungkin dilawan serta adanya para ahli ilmu
dan tokoh-tokoh balaghah di semua
pelosok maupun kota. Meski yang mengingkarinya banyak, yang menentangnya selalu
ada dan siap siaga, insyaallah al-Qur’an akan tetap abadi terus selama dunia
dan para penghuninya masih ada.
Al-Quran Tidak Akan Membosankan
dan Membuat Muntah
Temasuk
keistimewaan al-Qur’an adalah ia tidak membuat bosan pembacanya dan tidak
membuat muntah pendengarnya. Bahkan, mengulang-ulang bacaan al-Qur’an akan
semakin menambah kecintaan padanya. Sebagaimana disyairkan:
وَتَرْدَادُهُ
يَزْدَادُ فِيهِ تَجَمُّلاً[2][9]
|
$
|
وَخَيْرُ
جَلِيسٍ لاَ يُمَلُّ حَدِيثُهُ
|
(Al-Qur’an adalah) teman duduk
yang terbaik yang tidak membosankan perbincangannya. Pembaca yang
mengulang-ulanginya akan semakin mendapat keindahannya
Sedangkan selain al-Qur’an, meksipun
mengandung nilai balaghah yang sangat tinggi tetap dapat membosankan
bila didengarkan berulangkali dan tidak menyenangkan. Namun hal ini bagi orang
yang mempunyai hati lurus, bukan bagi orang yang berperangai jelek.
Bacaan al-Qur’an Membersihkan
Hati
Diriwayatkan dari Ibnu Umar -radhiyallahu
‘anhuma-, beliau berkata:
قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:إنَّ هَذِهِ الْقُلُوبَ تَصْدَأُ كَمَا
يَصْدَأُ الْحَدِيدُ، قَالُوا: فَمَا جِلَاؤُهَا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ:
تِلَاوَةُ الْقُرْآنِ[3][10]
“Rasulullah
Saw bersabda: “Sungguh hati ini dapat berkarat seperti halnya besi. Para
sahabat bertanya: “Maka apakah alat yang dapat membersihkannya?” Beliau bersaba: “Membaca al-Qur’an.”
Kemulian, Memuliakan, dan
Memprioritaskan Pem-bawa Al-Qur’an
Pada dasarnya al-Qur’an merupakan syi’ar
Allah. Allah Swt berfirman:
وَمَنْ
يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ [الحج:
32]
“Siapa saja yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sungguh hal itu
timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj:
32)
Dengan ayat ini para ulama mengambil dalil atas
kewajiban memuliakan ahli al-Qur’an. Diriwayatkan dari Nabi Saw;
مِنْ تَعْظِيمِ
جَلالِ اللهِ إِكْرَامُ ثَلَاثَةٍ: الْإِمَامِ الْعَدْلِ وَذِي الشَّيْبَةِ
الْمُسْلِمِ وَحَامِلِ الْقُرْآنِ (رَوَاهُ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ فِي كِتَابِ الْعِلْمِ، وَقَالَ:
حَامِلُ الْقُرْآنِ الْعَالِمُ بِأَحْكَامِهِ وَحَلَالِهِ وَحَرَامِهِ
وَالْعَامِلُ بِهِ)[4][11]
“Yang
termasuk mengagungkan keagungan Allah adalah memuliakan tiga orang. (Yaitu
mengagungkan) seorang pemimpin yang adil, orang islam yang sudah beruban, dan
pembawa al-Qur’an.” (HR. Ibn Abdil Bar dalam
kitab al-‘Ilm, beliau berkata: “Pembawa al-Qur’an adalah orang yang mengetahui
hukum-hukumnya, halal haramnya, dan yang mengamal-kannya.”)
Diriwayatkan hadits marfu’ dari Ibn Mas’ud
ra:
يَؤُمُّ
الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ(حَدِيثٌ صَحِيحٌ)
“(Yang lebih berhak) mengimami suatu kaum adalah seseorang dari mereka
yang paling ahli membaca kitabullah.” (Hadits
Shahih)[5][12]
Al-Bukhari dan ulama selainnya telah meriwayatkan:
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَجْمَعُ بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ
مِنْ قَتْلَى أُحُدٍ، يَعْنِي في القَبْرِ، ثُمَّ يَقُولُ: أَيُّهُمَا أَكْثَرُ
أَخْذًا لِلْقُرآنِ؟ فَإذَا أُشِيرَ لَهُ إِلَى أَحَدِهِمَا قَدَّمَهُ في
اللَّحْدِ
“Sungguh
Nabi Saw pernah mengumpulkan dua orang sahabat yang gugur dalam perang Uhud,
lalu beliau bersabda: “Siapakah di antara yang mereka berdua yang paling banyak
mengambil (menghafal) al-Qur’an?” Lalu ketika beliau diberi isyarat pada salah
satunya, maka beliau mendahulukannya (dimasukkan) ke liang lahat.”
Tabarruk Dengan Al-Qur’an
Termasuk
kekhususan al-Qur’an adalah al-Qur’an bisa diambil berkahnya (dijadikan media
tabarruk). Allah Swt berfirman:
وَهَذَا
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ [الأنعام:
92]
“Dan
ini (al-Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi;
membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya.” (QS. Al-An’am: 92)
Dengan sanad shahih ad-Darimi telah
meriwayatkan atsar:
أَنَّ
عِكْرِمَةَ بْنَ أَبِي جَهْلٍ كَانَ يَضَعُ الْمُصْحَفَ عَلَى وَجْهِهِ وَيَقُولُ
كِتَابُ رَبِّي كِتَابُ رَبِّي
“Sungguh ‘Ikrimah bin Abi Jahl
meletakkan mushaf pada wajahnya, dan berkata: “Kitab Tuhanku, kitab Tuhanku.”
Sebagian dari berkahnya adalah membaca satu surat
darinya dan beberapa ayat dapat menolak setan dari diri si pembaca, dan bahkan
dari rumahnya. Suatu perkumpulan untuk membacanya dapat melimpahruahkan rahmat
Allah, menarik ridhaNya, merupakan tempat datangnya ketenangan, dan menjadikan
Allah mengingat semua orang yang berkumpul untuknya.
Penggunaan
al-Qur’an sebagai media pengobatan untuk beberapa penyakit fisik dan tabaruk
dengannya tidak mencegahnya untuk bisa digunakan sebagai obat penyakit hati,
menghilangkan kebodohan, kegamangan dan keraguan, dan menagmalkan hukum dan
syari’at yan terkandung di dalamnya.
Maka
setelah penjelasan ini, siapa saja yang berasumsi bahwa penggunaan al-Qur’an
untuk salah satu tujuan dari beberapa tujuan ini, seperti untuk berobat dapat
mengosongkan penggunaannya untuk tujuan selainnya atau menafikannya, maka
asumsi itu tidak dibenarkan oleh praktik yang telah dilakukan Nabi Saw, para
sahabat dan tabiin.[6][13]
0 Komentar:
Posting Komentar